Skip to main content

Hal yang Dilarang

Hal yang Dilarang

            Kakiku pegal berdiri mematung tiga jam. Atau mungkin sudah lima jam. Ah, aku tidak sempat menghitung waktu. Kepalaku masih panas mendengar cemooh teman-temanku. Tangan mengantung ditelingga dan kaki naik sebelah. Sungguh aku sudah menjadi bahan tawaan teman-temanku. Tapi syukurlah mereka tidak mengeluarkan sedikit suara pun, karena itu adalah larangan di kelas ini. Tapi melihat mereka berbisik-bisik tetap membuat hatiku membara. Mungkin mereka menyimpan tawa untuk nanti.
            Buk Desi mengelilingiku, seperti lebah berputar-putar disarangannya. Berusaha terus mengawasi aku yang sibuk dengan hukuman konyol ini.  Ah, ini gara-gara larangan itu. Ya, larangan tidak membawa buku.
Padahal aku kira kalau aku sudah lolos dari malaikat maut ini. Ketika aku tunggang-langang berlari menerobos lorong-lorong sekolah. Lariku terasa terhambat karena tas berisi buku-buku ini, tasku terasa dipegangi oleh tangan-tangan tak terlihat, berat! Ketika tanganku mendorong pintu alahkan terkejutnya diriku melihat Buk Desi berdiri menyambut kedatanganku yang istimewa. Aku tahu, aku baru saja melanggar larangan pertama.
Entah apa yang merasuki Buk Desi saat ini. Iblis ini tiba-tiba menjadi malaikat pada diriku. Dengan lembutnya dia menyuruhku duduk tanpa syarat apa pun. Mungkin kesialanku sedang ditunda atau, entahlah.
Dan benar saja, kesialan datang menghampiriku. Tasku kosong melompong tidak ada isinya sama sekali. Aku tahu, aku baru saja melangar larangan kedua. Dan larangan itulah yang membuat diriku menikmati hukuman konyol ini. Padahal buku-buku itu sudah aku masukkan kedalam tas tadi pagi. Bahkan ketika aku mengejar kelas, tasku terasa berat bukan main. Tapi setiba diruang kelas sialan ini. Tidak ada sama sekali tanda-tanda tumpukan kertas itu berada ditasku. Entah bagaimana bisa mereka berjalan keluar dari penjara tasku. Jika seandainya aku tahu akan menjadi seperti ini lebih baik aku tidak usah datang kesekolah ini. Tapi itu juga merupakan larangan. Jika seadainya nekat melakukannya, maka siap-siap saja kamu menerima ketukan pintu horror dirumahmu.
            Buk Desi, pembunuh semangat pagi siswa paling kejam. Penyiksa batin nomor satu. Hanya cukup dengan suara napasnya, hancur sudah bentang pertahanan para siswa. Hal yang paling memberatkan darinya adalah tidak ada yang tidak dilarang olehnya. Walau saat pertama kali kami belajar dengannya, larangan-larangan itu memang terlihat seperti larangan biasa. Dilarang tidak mengerjakan pr, dilarang makan dikelas, dilarang bermain dikelas, dan setumpuk larangan basa-basi lainnya. Tapi semakin lama, semakin aneh saja larangannya.  Mulai dari larangan kami yang tidak boleh tertawa saat melihat teman kami dihukum, larangan keluar dari kelas walau rasa sesak akan menahan buang air serasa membunuh, larangan membantah semua perkataanya, dan bahkan memberikan pendapat saja adalah hal terlarang. Dasar otoriter! Itulah sebutan kami terhadapnya. Mungkin esok kami dilarang bernapas.
            Buk Desi mulai menerangkan pelajaran, setelah puas menghancurkan batinku. Tapi kesialanku belum berakhir. Temanku yang berada dibangku belakang mulai melakukan lelucon tanpa suara. Membuat tawaku tak terbentung, dan lepaslah suaraku. Hal yang dilarang sudah aku langar lagi. Membuatku terusir dari hukuman konyol ini. Dan memulai hukuman konyol lain diluar kelas.

            Pintu berderik ketika menutup. Tapi hanya setengah menutup, ketika aku berhenti melakukannya. Melihat tumpukan buku dilantai samping pintu. Dan aku tahu sekali itu buku siapa? Karena itu adalah bukuku.

Comments